Aku rindu kecerianmu...
Aku rindu kasih sayangmu...
Aku rindu semua hal tentang dirimu...
Kebencianmu padaku tak akan menggores luka pada hati yang penuh pelangi cintamu...
Tuhan...
Apakah cinta sejati tak berpihak pada kita?
Hanya kamu yang bisa menjawab misteri ini
_ Kahlil Gibran _
Puisi cinta kahlil gibran lagi-lagi menghiasi meja sekolahku. Sudah hampir dua minggu terakhir, karya sastra pujangga besar dunia ini terhidang manis untukku. Siapa pengirimnya, aku sama sekali tak pernah tahu. Puisi tanpa ID.Fans cewekku memang banyak. Tapi, baru sekali ada yang sok sepuitis ini. Aku memang sang idola. Tapi, jangan pernah berpikir kalau aku adalah sang juara umum sekolah. Jangan pula berpikir aku adalah murid kesayangan guru. Yang harus kalian tahu, aku adalah si biang onar yang selalu membanggakan sekolah dengan medali dan piala dalam hal beladiri.
Jam enam kurang, aku sudah tiba di sekolah, suatu hal yang tidak wajar bagi anak yang punya hobi bolos sepertiku. Tapi, aku sudah cukup di buat penasaran, jadi datang pagi-pagi bukan sebuah masalah.
“ Sepi aja!”
Aku memparkirkan motorku di parkiran yang masih sangat sepi. Aku berjalan ke arah kelas yang jauh lebih sepi.
“ Pada kemana sih anak-anak!”
Aku melemparkan tasku ke kursi pojok paling belakang. Aku tidur-tiduran di lantai, untung masih pagi, jadi walaupun AC belum menyala hawanya masih sejuk. Waktu berlalu, sudah pukul enam tepat, tapi tak jua tanda-tanda ada manusia, akupun mulai mengantuk.Langkah kaki terdengar, aku segera pasang mata untuk menangkap bayangan yang masuk ke dalam ruangan..Oh my god. Dira, murid kelas XII IPA 1 memasuki ruang kelasku dan meletakkan surat beramplop pink. What? Jadi selama ini, surat-surat itu dari Dira. Nggak mungkin kan, nggak mungkin gay kan tuh cowok? Cowok setampan itu tertarik padaku? Aduh, seribu tanda tanya besar muncul di benakku.Penglihatanku masih normal, jadi aku tak mungkin salah mengenali orang. Dia benar-benar Dira, mantan kapten basket sekolahku. Tubuhku lemas seketika. Aku sudah tak dapat berpikir. Setelah Dira keluar dari ruang kelasku, ku coba kumpulkan seluruh nyawaku dan berjalan ke mejaku.Ku buka amplop tersebut, lagi-lagi berisi karya pujangga besar dunia, aku tak lagi bersemangat membacanya, segera saja kusobek amplop dan isinya tersebut. Pikiranku kacau seketika. Kenapa bukan cewek yang mengirimiku?
“Woiy jangan lupa pertandingan taekwondo besok sore!” Agus tiba-tiba datang dan menepuk bahuku.
Aku sudah tak konsentrasi terhadap apapun. Pertandingan besok sorepun nyaris aku lupakan. Bahkan, kalau reminder ku tidak berbunyi, pertunjukan bandku pun akan aku lupakan.Senyum manis Sari, kekasihku tetap tak menghilangkan rasa galau di hatiku.
“ Kenapa ay?”
“ Enggak kenapa-kenapa. Cuma aku kok cemas banget ya. Nanti malem, kamu temanin aku kan?” aku terpaksa berbohong.
“ Iya, nanti malam aku pasti ada disamping kamu sayang.”
Sebuah senyuman terpaksa untuk mengelabui Sari tentang kecemasan yang hadir dalam diriku. Kan nggak mungkin banget kalau aku yang menyandang gelar playboy sekolah disukai sama seorang gay. Bisa hancur reputasi.
“ Honey, good luck!” Sari mencium keningku.
Segera kukenakan baju dobokku. Aku berjalan ke arah pelatih dan teman-teman yang juga sedang bersiap-siap.
“ Kamu harapan kami. Tunjukkan aksi terbaik kamu,” pelatihku menepuk bahuku.
Aku melakukan pemanasan kecil sebelum memulai pertandingan. Kulirik kursi penonton, Sari tersenyum memberi dukungan. Hah! Ku hela nafas frustasi, kulihat Dira di podium penonton, bahkan ia membawa spanduk bertuliskan namaku. Aku segera duduk lemas. Kuminum air mineral yang sudah disiapkan untuk menutupi kegugupanku.
“ Dhik, kamu nggak usah gugup. Kamu sekarang siap-siap, habis ini giliran kamu.”
Aku berdiri, dengan dibantu beberapa orang, kukenakan pelindung lengkap. Aku yakin, aku bisa menang. Ku lupakan sejenak masalahku dengan Dira. Namaku baru saja dipanggil, aku dan salah satu pelatihku yang bertugas sebagai official segera masuk ke lapangan dengan langkah yakin dan mantap. Aku pasti menang.Suara dan suasana riuh penonton terdengar. Pertandingan dimulai. Puck...Wajahku terkena tendangan. Aku dalam konsisi lengah, hingga tak sadar telah memberi poin dengan mudah pada lawanku. Tapi, itu hanyalah awal dan akhir, karena tak akan kubiarkan lagi. Tendangan membabi buta terus ku lancarkan, aku tak membiarkan lawanku menambah poin, walaupun aku harus kehilangan banyak tenaga.
“ Yeah!” aku berteriak ketika aku keluar sebagai pemenang. Segera kuatur nafasku agar normal kembali.
“ Selamat sayang!” Sari datang menghampiriku.
Aku pulang dengan perasaan bangga. Lagi-lagi aku bisa buktikan, otak dan otot ku memang berguna. Kugantung medali emas tersebut dan kurebahkan diriku di atas sofa. Handphoneku bergetar, sebuah sms masuk.
08567741793
Selamat ya, keren abis penampilan kamu. Aku nonton dari awal sampai akhir. Andai kamu sadar, aku ada di posisi terdepan hanya untuk mendukung kamu. Aku sayang banget sama kamu, tapi sayang, aku rasa semua tak dapat terpenuhi.
Kamu harusnya ngerti Dir perasaan aku, tapi kenapa kamu terus menunggu aku? Surat-surat cinta yang kau kirim, hadiah, dan rangkaian mawar putih itu apakah kau yakin bisa meluluhkan hatiku? Nyatanya, tak akan ada cowok normal yang bisa menerima hal tersebut.Bukan hanya pertandingan taekwondo ia datang, ia dengan setia hadir jika aku harus manggung di kafe-kafe. Suara khasku yang membuat banyak cewek tergila-gila, ternyata juga menarik sosok Dira yang sempurna. Aku heran, Dira, si Mr. Perfect, begitulah banyak cewek dan guru memanggilnya.Siapa yang tak kenal cover boy majalah ini. Tampangnya begitu OK untuk menjadi sosok seorang idola. Pintar? Tak perlu dipertanyakan. Diralah sang juara umum. Dira Reyhan Adi Putra. Cool gayanya dalam bermain basket. Daya pesona atau kharisma dalam dirinya benar-benar terpancar keluar. Jujur saja, kalau aku cewek, aku juga pasti tergila-gila pada sosoknya. Nggak akan ada yang akan tahu, kalau Dira itu gay. Tak akan ada yang pernah menyangka, mantan ketua OSIS SMA terkemuka di Jakarta adalah gay. Dan, semua akan berpikir hal ini mustahil, kalau Dira, anak ROHIS yang terkenal alim tertarik pada Andhika Jaya Risky.
Bukan apa-apa
Karsono H Saputro
Andai ku penyair
Kurangkai dirimu dalam kata
Andai ku pelukis
Ku tuang pesonamu dalam warna
Andai ku perupa
Ku goreskan indahmu dalam panorama
Andai ku pemusik
Kususun manismu dalam nada
Sayang, kubukan apa-apa
_ D _
Di sekolah, setiap aku dan Dira berpapasan, ia pasti melemparkan senyumnya, senyum yang membuat hati para cewek meleleh. Ih, aku mah jijik banget. Apalagi, Dira semakin memperjelas bahwa ia lah sang pengagum rahasia itu. Setiap kirimannya, sebuah inisial D terselip, membuatku semakin berpikir bukan orang lain yang mengirimnya.Pagi ini, kulihat Adelia menghampiri Dira.
“ Pagi Dira ganteng!” Adelia, cewek manis dari kelas XII IPA 3 menyapa Dira dengan anggunnya, seakan Dira adalah miliknya.
“ Pagi juga!” jawab Dira dengan senyum mautnya.
Adelia memegang tangan Dira, “ Dir, ada acara nggak?”
“ Kosong,” jawabannya singkat dan mencoba melepaskan pegangan itu.
Aku tahu, Adelia sudah hampir dua tahun menyimpan rasa pada Dira, tapi cowok ini tak juga memberikan respon.
“ Jalan yuk sama gue,” ajak Dahlia, “ Kita nonton, ada film bagus.”
“ Sorry,” tolaknya halus, “ Gue mau istirahat, besok ada pertandingan basket.”
Dira gagah, gentlemen, bahkan di depan para cewek, ia bersikap layaknya lelaki sejati. Tapi yang aku aneh, ajakan kencan cewek-cewek manis itu selalu ia tolak. Tak pernah sekalipun aku melihat Dira bergandengan mesra dengan pacarnya. Hampir dalam setiap acara, ia pergi dengan teman-teman laki-lakinya. Apakah teman-teman Dira juga gay? Hah! Kucoba tepis semua pemikiran tersebut.Aku memang masih belum sepenuhnya yakin kalau misalnya sosok Dira adalah gay.
“ Loe percaya nggak, kalau diantara kita tuh ada yang gay?” tak sengaja pertanyaan itu terlontar saat aku dan anak-anak lagi nongkrong.
Mereka berempat tertawa mendengar pertanyaanku.
“ Gini deh, kalau gue yang gay kan udah pasti nggak mungkin, secara loe tahu, sekretaris OSIS yang cantik itu pacar gue,” Johan melontarkan pendapat.
“ Eh nggak gitu juga,” kata Risky memelas, “ Loe juga nggak boleh ngira gue gay cuma gara-gara gue jomblo. Loe semua kan tahu, Lala baru aja mutusin gue, gara-gara gue ketauan selingkuh.”
Kami semua tertawa mendengar pendapat Risky, Indra tertawa paling kencang, “ Iye gue tahu, Lala tuh cewek loe yang ke tujuh yang mutusin loe cuma gara-gara loe main serong di belakangnya.”
Indra mengakhiri kalimatnya sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa.
“ Ya apalagi gue, playboy sekolah gay? Belum ada sejarahnyakan,” kataku.
“ Bener banget, dari SMP udah berapa kali pacaran mas?” tanya Rini yang tiba-tiba datang menepuk bahuku.
“ Eh, kalau misalnya Dira yang gay mungkin gay?” tanyaku saat itu.
Semua berhenti tertawa, “ Gila loe, parah banget bilang Dira gay.”
“ Ye, kan andaikan, bukannya gue bilang Dira gay.”
Johan mencairkan suasana dengan suara tawanya, “ Dira mah nggak mungkin kali, dia alim banget.”
“ Eh, tapi mungkin aja, kapan sih kita lihat Dira bareng sama cewek selain nyokap dan adenya,” Rina membuat suasana kembali memanas.
Semua mencoba berpikir, “ Iya juga ya, Dira nolak terus diajak jalan sama cewek.”
“ Ah udah deh, gara-gara kasusnya sih Ryan nih loe pada ngomongin gay. Dira mah nggak mungkin, emang belum mau pacaran aja kali, harusnya kita nyontoh dia, dia pintar sama alim lagi,” kata iful.
“ Iya pak guru!” Rina meledek.
Aku teringat memoriku dengan Dira kelas X kemarin. Kami sempat akrab karena memang Dira teman cowok yang pertama kali ku kenal di SMA. Kemana-mana kami berdua, bahkan orang tua Dira sudah seperti orang tua kandungku. Tapi, saat itu Dira tak pernah menunjukkan keabnormalannya. Dira yang ku kenal dulu malah sangat senang tebar pesona. Tapi, undangan kencan dari cewek-cewek itu memang selalu ia tolak.
Masalah ku yang satu belum selesai, satu lagi masalah datang.
“ Kamu keterlaluan Sar,” aku marah, “ Dulu kamu yang mohon buat jadi pacar aku, tapi kayak gini sekarang. Untung, aku belum terlalu sayang sama kamu, aku nggak sakit hati. Cuma kecewa.”
“ Sorry dhik, aku nggak maksud, dia cuma...”
Aku memotong, “ Cuma apa? Cuma selingkuha kamu kan?”
Sari sudah tak bisa berucap apa-apa.“
Ternyata cewek yang tiga bulan lalu memohon untuk jadi pacarku cuma seorang cewek brengsek.
”Aku berlalu dari hadapan mantan pacarku. Aku tak pernah menyangka kata-kata tak sopan itu akan meluncur dari bibirku untuk seorang cewek. Aku memang di cap playboy sekolah. Tapi, aku tak pernah selingkuh. Aku memang hobi gonta-ganti cewek, tapi kulakukan jika aku sudah tak memiliki status. Ternyata, cewek tuh lebih brengsek daripada cowok. Sari dulu sok perhatian, sok sayang sama aku, sok baik, dan sok segalanya. Tapi semuanya palsu, hanya kebohongan belaka.
Aku berjalan keluar dari sekolah, mencoba mencari bus kota, untung motorku rusak, jadi dengan amarah yang berada di puncak aku tak bisa melampiaskannya dengan balapan liar. Belum juga bus kota lewat, sebuah mobil jazz silver berhenti di hadapanku. Kaca mobil terbuka.
“ Ngapain loe Dir?” tegurku heran.
“ Ngejemput loe,” jawabnya singkat.
“ Ngapain?” tanyaku heran.
“ Jalan yuk!” katanya.
Deg, jantungku berdetak tak karuan. Dira ngajak aku jalan? Apa kencan namanya? Nggak mungkin.“ Kemana? Lagian ngapain coba ngajak gue. Masih banyak cewek yang mau jalan sam loe.”“ Nggak ada yang gue suka, ngapain juga ngajak mereka, atau sekedar basa-basi.”“ Nah kenapa loe mesti ngajak gue?”“ Udah ikut aja yuk! Ada yang mau diomongin.”Aku naik dengan perasaan was-was, uh, hatiku begitu kacau. Ku harap tidak ada adegan penembakan atau adegan aneh lainnya disana seperti yang sedang berputar-putar di otakku. Ku pandangi mobil tersebut, gila ngepink? Cewek apa cowok nih yang punya mobil.“ Loe udah putus sama Sari?” tanyanya.Busyet, sejak kapan Dira jadi tahu gosip gini, “ Udah seminggu, tapi, Sari masih ngejar gue gitu.” Dira tersenyum, senyum yang sangat ganjil, membuatku ingin segera turun dari mobilnya.Dira menyetir mobilnya dalam diam, tak sampai 10 menit, ia sudah memasuki area parkir sebuah kafe.“ Ayo turun udah sampai.”Aku turun dari mobil Dira dengan raut muka aneh. Memasuki kafe dengan perasaan tak tenang dan heran, memandangi kafe yang di desain sangat romantis dan cocok untuk muda-mudi yang kasmaran.“ Kok ketempat beginian, kalau loe mau ngomong, kenapa mesti disini?”“ Lah, kalau orang mau nembak cowok kan mesti romantis dikit tempatnya,” jawabnya.Kalimat yang di luncurkan Dira benar-benar membuat ku semakin yakin, cowok di hadapanku adalah gay. Tapi kenapa mesti aku? Bukankah banyak cowok abnormal di luar sana.“ Dir, nggak mungkin kan?”“ Mungkin aja dong, kalau udah terlanjur sayang,” jawab Dira.“ Udah deh Dir, gue capek, gue malas disini!”“ Kita udah sampai, sebentar doang kok!”“ Buat apa sih loe maksa gue. Gue nggak pernah tertarik sama sesama jenis gue. Gue bukan gay kaya loe,” tiba-tiba kalimat itu yang terluncur dari mulutku.Dira heran, “ Maksud loe apaan? Gue gay?”Tatapan mata orang-orang yang berada di ruangan tertuju pada kami.“ Iya, loe gay. Loe yang selalu naro surat dan puisi di meja gue, dan gue juga tahu, itu nomor hanpdhone loe yang sering sok kirim sms puitis sama gue. Loe juga yang selalu hadir kalau gue manggung maupun tanding.”Tiba-tiba Dira tertawa, “ Loe aneh banget sih, udah ayo, entar gue jelasin.”“ Udah deh, loe ngaku aja semuanya. Gue mau balik, gue nggak mau jalan sama gay.”Aku berbalik badan dan mencoba keluar dari dari kafe yang sedang sepi.“ Iya gue jelasin, semua kata loe benar, tapi tuduhan gay loe salah, gue juga suka sama cewek kali.”“ Kalau bukan gay, kenapa loe ngelakuin hal yang nggak pantas?”“ Santai mas!” seorang cewek mendekatiku, merangkul bahuku, “ Duduk dulu yuk! Nggak malu dilihatin orang?”Aku mengikuti cewek itu untuk duduk di sebuah sofa.“ Kenalin nama gue Amira, tunangan Dira, yang di depan loe Dwina Larasati atau loe panggil aja Laras, dia adiknya Dira,” cewek itu menjabat tanganku.“ Oke, gue minta penjelasan!”“ Gue tunangan Dira, mungkin loe nggak pernah lihat gue, karena gue sekolah di Jogja, untung cowok gue setia ditinggalin nggak selingkuh, jadi loe nggak usah takut kalau cowok gue gay.”“ Terus maksud Dira ngelakuin hal aneh itu apa?”“ Sorry kak! Kak Dira cuma kurir cinta aku sama kakak,” ucap Laras sembari menunduk.“ Ha?” aku heran.Dira duduk di sebelahku, “ Gini loh dhik, ade gue tuh suka sama loe dari SMP.”“ Maaf ya kak, aku takut, habisnya kakak kayak nggak kenal aku, padahal kita kan pernah kenalan, disekolah juga kakak nggak pernah lihat aku, padahal sekarang kita kan satu sekolah.”“ Jadi pikiranku selama ini salah? Dira bukan gay?”“ Ya iyalah masa gue gay, please deh!” kata Dira , “ Ade gue udah nggak tahan tuh mendem perasaannya.”“ Maaf ya kak!” lagi-lagi ia minta maaf, “ Laras udah nggak malu bilang sayang sama kakak.”Aku diam, ternyata, semua kecurigaanku salah. Ternyata Dira bukan gay. Dira benar-benar laki-laki perfect. Sempurna!“ Emm, ade mau jadi pacar aku?” tanyaku ragu.Iya mengangguk malu.Aku berpikir, cewek dihadapanku tampak lugu, bahkan mungkin terlalu lugu untukselingkuh.“ Laras tuh jomblo sejati, dari umur nol bulan sampe gede gini dia belum pernah pacaran, jadi jangan takut di duain,” ujar Dira lagi.Ku mantapkan hatiku.“ Kita coba pelan-pelan ya, mungkin ade kenal aku, tapi aku belum kenal gimana ade.”Laras mengangguk, ku coba genggam tangan cewek itu, ia menatapku bahagia.“ Cie ade kakak manggilnya,” Dira meledek, “ Jangan bilang gue gay lagi.”Kami semua tertawa.Benarkan gelar ku, sang playboy. Putus satu yang dapat satu lagi.
Dia Gay?
Diposting oleh
CERITA CINTA
Sabtu, 24 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Baca Punyaku juga yah.. bantuin aku biar aku bisa jadi writer juga :) Pengen Punya Laptop :(
Cerita Gay Khusus Cowok ( http://khusus-cowok.blogspot.co.id )
Love Season Episode 2 'Cerita Gay Romantis Semi' ( http://khusus-cowok.blogspot.co.id/2016/02/love-season-episode-2.html )
makasih infonya
ST3 Telkom
Posting Komentar